Soal Dugaan Terapis Pijat Ancam-Peras Pelanggannya, Pengacara Korban Reydi Nobel Berikan Apresiasi Dirreskrimsus Polda Bali

Soal Dugaan Terapis Pijat Ancam-Peras Pelanggannya, Pengacara Korban Reydi Nobel Berikan Apresiasi Dirreskrimsus Polda Bali
Pengacara korban, Reydi Nobel saat di Polda Bali. (Foto: Istimewa)


BALI - Kasus dugaan pemerasan dan pengancaman yang dilakukan oleh seorang terapis pijat asal Buleleng, Bali bernama Ni Luh Putu Sudiarmi di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, memasuki babak baru.

Agenda sidang pembacaan dakwaan oleh Hakim Ketua Yogi Rachmawan ini digelar pada Selasa, (21/02/2024) untuk mendengarkan keterangan terdakwa maupun saksi berinisial RPP (pelanggan disebuah SPA bilangan Seminyak, Badung, Bali) yang hadir didalam persidangan tersebut.

RPP melalui penasihat hukumnya, Reydi Nobel dan kawan-kawan, memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Dirreskrimsus Polda Bali atas kinerja dan komitmen mengusut tuntas tindak pidana kriminal dengan pemerasan yang dilakukan tersangka kepada kliennya, sehingga berlanjut ke meja hijau di Pengadilan Negeri Denpasar.

"Saya mengapresiasi kinerja Krimsus Polda Bali khususnya unit siber terhadap laporan klien kami sampai dengan proses persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar," ujar Reydi kepada wartawan, Selasa.

Reydi mengaku, bahwa kasus tindak pidana yang dilakukan oleh seorang terapis pijat wanita bernama Ni Luh Putu Sudiarmi asal Buleleng diduga lakukan pemerasan terhadap pria berinisial RPP. Bahkan tak tanggung-tanggung, terdakwa memeras korban hingga Rp. 3 miliar.

"Kepada Jaksa agar dapat menuntut terdakwa dengan maksimal demi keadilan klien kami selaku korban dan untuk Hakim sekiranya agar memberikan putusan seberat-beratnya kepada terdakwa," harap pengacara yang hobi musik, menyanyi dan juga hobi olah raga menembak.

Ditengah persidangan pembacaan dakwaan, Hakim Ketua Yogi Rachmawan menerangkan, bahwa pada saat keduanya tengah berbincang-bincang, terdakwa pun mengaku terpaksa menjadi trapis pijat untuk membayar hutang-hutang bapaknya yang terkena penyakit ginjal. 

Namun terdakwa yang sebenarnya telah memiliki suami dan anak di kampungnya tersebut, menipu saksi (korban) dengan mengaku masih perawan dan belum pernah menikah. 

"Selanjutnya, keduanya pun bertukar nomor telepon dan mulai sering menghubungi. Terdakwa mulai meminta uang kepada RPP sebesar Rp. 300 ribu untuk biaya pengobatan. Lantas mereka menjalani hubungan dan Terdakwa pun semakin sering meminta uang kepada RPP dengan segala alasan," ungkap Yogi.

Tak hanya itu saja, dalam persidangan Jaksa Eddy Artha Wijawa juga menjelaskan bahwa keduanya pernah berhubungan badan dan terdakwa bahkan mengaku-ngaku hamil beberapa kali, sehingga menggunakan hal tersebut untuk kembali memeras uang RPP. 

Selain itu, jumlah uang yang diminta oleh terdakwa tak hanya dikirim ke rekening pribadinya. Terdapat pula beberapa nomer lain yang digunakan. 

“Bahwa berdasarkan keterangan terdapat  transaksinya sebesar Rp. 3.146.956.500.00. (tiga milyar seratus empat puluh enam juta Sembilan ratus lima puluh enam rib lima ratus rupiah) sebagaimana mutasi rekening milik korban,” papar Eddy.

Maka dari itu, atas perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 27 ayat (4) jo Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.*(Septa)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama